Pages

Rabu, 19 Desember 2012

FILSAFAT SAMKHYA

Oleh : Innani Musyarofah


PENDAHULUAN

            Ajaran samkhya sangatlah berpengaruh terhadap ajaran hindu di Indonesia. Ajaran samkhya merupakan ajaran yang sudah tua usianya. Samkhya termasuk salah satu di antara sistim-sistim filsafat India terkuna. Arti kata Samkhya ialah jumlah, hitungan, sintesa atau perpaduan. Samkhya merupakan sistem filsafat Hindu yang paling tua.  Istilah samkhya dijumpai dalam Upanishad dan Mahabharata. Nama ini diberikan kepada sistem filsafat ini karena filsof-filosof Samkhya secara umum mengemukakan bahwa terjadinya alam semesta beserta perkembangan dan perubahan obyek-obyek yang ada di dalamnya didasarkan atas  kategori keberadaan.
Filsafat Samkhya
            Dalam filsafat India yang bersumber dari kitab suci Hindu — Veda, Brahmakanda dan
Upanishad – terdapat enam aliran utama yang menjadi cikal bakal aliran-aliran lain dalam masa-masa berikutnya. Keenam aliran atau madzab itu ialah Nyaya, Vaishesika, Samkhya, Yoga, Mimamsaka dan Vedanta. Aliran yang akan kita bicarakan sekarang ialah Samkhya, lazim dipasangkan dengan aliran lain yang merupakan penjabarannya dalam bentuk disiplin kerohanian yaitu Yoga. Ajaran samkhya dan yoga sangatlah berpengaruh besar terhadap ajaran agama hindu di Indonesia.[1]
            Arti kata Samkhya ialah jumlah, hitungan, sintesa atau perpaduan. Samkhya merupakan sistem filsafat Hindu yang paling tua.  Istilah samkhya dijumpai dalam Upanishad dan Mahabharata. Nama ini diberikan kepada sistem filsafat ini karena filsof-filosof Samkhya secara umum mengemukakan bahwa terjadinya alam semesta beserta perkembangan dan perubahan obyek-obyek yang ada di dalamnya didasarkan atas  kategori keberadaan. Corak filsafatnya bersifat dualis dan sering disebut sebagai sistem filsafat yang mengajarkan teori evolusi (Parinama Vada).
            Sebagai sistem filsafat, Samkhya Darsana memiliki banyak pendukung dan penafsie. Di antara tokoh-tokoh yang menonjol sebagai penafsir dan perumus-perumus baru ajaran Kapila Muni ialah Isvara Krisna (abad ke-3 M), Vacaspati Misra (abad ke-9 M), Ganganatha Jha (abad ke-10 M), Anirudha (abad ke-15), Vijnana Bhiksu (abad ke-16 M), Mahadeva Vedantin (abad ke-18 M) dan masih banyak lagi yang lain.
            Samkhya merupakan sistem filsafat Hindu yang paling tua. ,menurut tradisi pendirinya ialah Rsi Kapila Muni, hidup sekitar tahun 700-600 SM. Nama Kapila dikaitkan dengan nama kota Kapilavastu, pusat pemerintahan Dinasti Maurya da kota tempat lahirnya Siddharta Gautama, yang lahir sekitar satu setengah abad setelah Kapila Muni. Pengaitan ini bukanlah tanpa alasan. Filsafat Buddha banyak mengambil dasar dari ajaran filsafat Samkhya yang non-theistik.
            Selain berkecenderungan non-theistik dan berpandangan bahwa materi (prakrti) kekal sebagaimana ruh (purusha), Samkhya juga memiliki ciri yang membedakannya secara menyolok dari sistem filsafat Hindu yang lain. Yaitu penekanannya pada persoalan dualitas dan pluralitas. Pendukung sistem ini menyangkal bahwa dunia ini dicipta dari tiada atau ketiadaan. Penekanan pada dualitas dapat dilihat pada ajarannya yang menyatakan bahwa awal terjadinya dunia atau alam semesta ialah purusha dan prakrti.
A. Purusa dan Prakerti
            Pokok ajaran samkyha ialah tentang Purusa dan Prakerti. Yaitu, azas rohani dan badani. Dari azsa inilah yang menjadikan terciptanya alam semesta ini dengan isinya. Purusha’ ialah asas ruhani, dan ‘prakrti’ ialah asas kebendaan atau jasmani. Keduanya tanpa awal (anadi) dan tanpa akhir (ananta). Purusha adalah ruh yang jumlahnya banyak, sedangkan prakrti ialah materi yang kacau balau yang tidak berbentuk, jumlahnya tidak terkira banyaknya dan berpusing dalam kegelapan. Prakrti mendapat bentuk tertentu setelah bercampur dengan purusha. Dalam kehidupan keduanya tidak dapat dibedakan dan dipisahkan. Jika purusha dan prakrti terpisah maka kehidupan akan berakhir dan kelahiran baru akan mulai.
Purusha dan prakrti dapat diuraikan seperti berikut. Purusha itu ‘nyata’ (sat) dan dapat dikatakan sebagai suatu kesadaran yang meresapi segala sesuatu yang abadi, kekal, berdiri sendiri , serta tidak dapat berubah. Setiap orang merasa bahwa ia ada dan memiliki sesuatu. Rasa yang akan dirinya ada, adalah rasa yang alamiyah dan pengalaman yang tidak dapat diragukan lagi. Maka itu, samkhya mengatakan bahwa roh itu adalah karena roh itulah yang menjelma dan akan tidak adanya, tidak dapat dinyatakan dengan jalan apapun juga.[2]
Menurut ajaran samkhya, roh itu berbeda dengan indriya, pikiran, dan akal. Ia bukan dunia obyek. Ia adalah semangat kesadaran yang selalu menjadi objek pengetahuan dan tidak pernah menjadi obyek pengetahuan. Ia adalah kesadaran yang langgeng yang padanya tidak ada perubahan dan aktifitas. Ia tanpa sebab abad, abadi menyusupi segala namun bebas dari segala ikatan dan pengaruh dunia obyek ini.
Akan adanya purusa atau roh itu dinyatakan oleh samkhya sebagaiu berikut :
  1. Semua manusia berusaha mendapatkan kelepasan. Hal ini menyatakan, bahwa ada sesuatu yang dapat mencapai kelepasan itu. Yang dapat mencapai kelepasan itu ialah purusa.
  2. Semua obyek dunia memberikan rasa senang, susah atau netral. Rasa senang, susah hanya ada artinya bila ada yang dapat menghalanginya. Yang mengalami itulah purusa.
Prakrti adalah pelaku kehidupan yang mengandung unsur ruhani dan benda. Arti prakrti ialah yang mula-mula dan yang mendahului semua kejadian. Pra= sebelum; kri= membuat sesuatu yang mirip, yaitu dengan alam maya yang digambarkan oleh Vedanta. Prakrti disebut pradhana, pokok asal segala sesuatu. Bergerak dan berkembangnya prakrti menjadi obyek-obyek hidup yang banyak di alam semesta, disebabkan adanya tiga guna atau sifat (triguna) yang melekat dalam dirinya dan ketiganya bersama-sama melakukan aktivitas tanpa henti. Tiga guna itu ialah Sattva, Rajas dan Tamas.
Ketiga guna itu dipandang sebagai kekuatan-kekuatan yang menyusun prakerti, akan tetapi bukan dalam arti bahwa prakerti terbentuk dari ketiga guna itu. Namun, keduanya saling bergantungan, dan tidak dapat dipisah-pisahkan. Baik prakarti maupun ketiga guna itu, karena memilki sifat tidak terbatas. Ketiga guna itu ada pada manusia dengan keseimbangan yang berbeda-beda, serta menentukan watak, perangai dan pribadi seseorang. Dengan kata lain Sattwa ialah unsur terang atau cahaya. Rajas ialah unsur aktif dan penggerak. Tamas ialah unsur gelap dan berat’
Sattwa adalah hakekat  segala sesuatu yang memiliki sifat-sifat terang dan menerangi. Unsur inilah yang menimbulkan segala hal yang baik dan yang menyenangkan.
Rajas adalah sumber aktivitas dan perluasan dan oleh karenanya menjadi sumber kesusahan dan penderitaan.
Tamas adalah kekuatan yang menentang segala aktivitas, sehingga menimbulkan segala keadaan yang apatis ( dingin ) atau yang acuh tak acuh, kemalasan dan ketidaktahuan.
Ketiga guna ini memiliki tabiat asasi yang berlainan, akan tetapi ketiganya memang saling berhubungan dan bergantungan, sehingga tidak dapat dipisahkan yang satu dari pada yang lain. Kerja sama yang erat di antara ketiganya itu digambarkan dengan kerjasaama di antara nyala api, minyak dan sumbu pada sebuah pelita.
Semula, ketiga guna ini berada dalam keseimbangan kekuatan. Oleh karena itu prakarti berada dalam keadaan yang tenang, dan tidak terjadi apa-apa. Ketika keseimbangan kekuatan-kekuatan itu terganggu , terjadilah gerak, sehingga berkembanglah prakerti. Gangguan keseimbangan itu terjadi ketika purusa berhubungan dengan prakerti. Sebab, dari purusa itulah dengan sendirinya keluarlah perangsang, seperti halnya dengan besi berani ( magnit ) terhadap besi yang ditariknya. Kerja sama antara prakerti dan purusa ini, menimbulkan perkembangan alam semesta dengan sebab segala isinya yang keluar dari prakerti. Akan tetapi sebaliknya, karena berhubungan ini, prakerti mengubah bentuk purusa yang banyak itu menjadi jiwa perorangan di dalam dunia.
Perkembangan prakerti dari yang satu menjadi yang banyak itu adalah suatu perubahan bentuk, suatu transformasi, bukan suatu perubahan tempat. Demikian juga, perubahan itu tidak hanya terjadi dalam satu jurusan saja, melainkan dalam banyak jurusan. Juga disebutkan, bahwa perkembangan prakerti : berkala, artinya : ada masa perkembangan dan ada masa perleburan. Tiap masa perkembangan ( srsti ) disusul oleh masa peleburan ( paralaya ). Pada masa peleburan itu seluruh keanekaragaman alam semesta ini menjadi terpendam, atau ditidurkan di dalam prakerti. Perputaran masa ini tidak ada batasnya.

B. Triguna                                                              
      Prakerti dibangun oleh triguna, yaitu : sattwa, rajas, dan tamas. Guna artinya, unsure, atau komponen penyusunan. Triguna itu tidak dapat kita amati dengan indria. Adanya itu disimpulkan atas obyek dunia ini yang merupakan akibat dari padanya. Karena adanya kesamaan azas antara akibat dan sebab. Maka dapat kita ketahui sifat-sifat guna itu dari alam yang merupakan wujud hasil dari padanya.
      Semua obyek di dunia ini memilki tiga sifat yaitu sifat-sifat yang menimbulkan rasa senang, rasa susah, dan netral. Nyanyian burung yang menyenangkan seorang seniman, menyusahkan orang sakit, tak berpengaruh apapun untuk orang yang acuh tak acuh. Sebab, semua sifat ini merupakan akibat suatu sebab. Maka sifat-sifat itu haruslah terkandung dalam sattwa, rajas , dan tama situ.
Sattwa adalah suatu prakerti yang merupakab alam kesenangan yang ringan, yang terang bercahaya. Wujudnya berupa kesadaran sifat ringan yang menimbulkan gerak keaatas. Angina dan air di udara dan semua bentuk kesenangan seperti kepuasan, kegirangan dan sebagainya. Rajas adalah unsure gerak pada benda-benda ini bergerak. Ialah menyebabkan api berkobar, angina berhembus, pikiran berkeliaran kesana kemari. Ialah yang menggerakkan sattwa dan tamas untuk melaksanakan tugasnya. Tamas adalah unsure yang menyebabkan sesuatu menjadi pasif dan bersifat negative. Ia bersifat keras, menentang aktifitas menahan gerak gerak fikiran sehingga menimbulkan kegelapan, kebodohan, sehingga mengantar orang pada kebingungan karena menentang aktivitas menyebabkan orang menjadi malas, acuh tak acuh, tidur.[3]
Demikianlah sifat-sifat triguna itu, maka dalam dunia impian kita, kita saksikan selalu ada pertentangan dan kerja sama dalam kesatuan. Ketiga guna ini selalu bersama dan tidak pernah berpisah satu sama lainnya. Tidak dapat hanya salah satu dari padanya membangun benda-benda dunia ini. Kerja sama ketiga guna itu laksana minyak, sumbu dan api yang bersama-sama menyebabkan adanya nyala lampu, warna lautan masing-masing elemen itu itu berbeda-beda yang sifatnya bertentangan.
Ada dua bentuk perubahan triguna :
  • Pada waktu pralaya masing-masing guna berubah pada dirinya sendiri.. tanpa mengganggu yang lain. Perubahan seperti ini disebtu swarupaparimana. Pada waktu demikian tak ada ciptaan. Karena tidak ada kerjasama antara guna-guna itu.
  • Namun bila guna yang satu menguasai yang lain, maka terjadillah suatu penciptaan. Perubahan ini disebut wirupaparimana.
C. Ajaran – ajaran Samkhya
Menurut ajaran samkhya ada tiga sumber pengetahuan yang benar. Tiga sumber itu adalah :
  • Pratyaksa pramana atau pengamatan langsung;
  • Anumana pramana (penyimpulan);
  • Apta Vakya atau penegasan yang pantas, berlandaskan apa yang diajarkan kitab Veda atau ucapan para maharesi.
Proses pengamatan, yakni indera-indera kita menerima objek-objek di luar kita tanpa menentukannya, dan menyampaikan pengetahuan-pengetahuan itu dengan manas.
Pokok ajaran samkhya ialah tentang Purusa dan Prakerti, yaitu azas rohani dan badani. Dari kedua azsa inilah terciptanya alam semesta ini dengan isinya. Teori samkhya tentang sebab asal benda-benda ini menimbulkan ajaran prakti sebagai sebab terakhir dari dunia ini. Semua obyek  dunia ini, baik badan, pikiran, perasaan adalah terbatas dan merupakan suatu yang tergantung pada gantungan yang lain. Yang dihasilkan oleh beberapa elemen. Alam semesta ini merupakan serentetan akibat dari suatu sebab. Sebab itul haruslah suatu azas yang bukan roh. Bukan kesadaran. Sebai itu, haruslah lebih halus dari akibat dan ia harus ingin tumbuh menjadi obyek impian. sebab terakhir itu haruslah suatu azas yang tidak merupakan akibat dari suatu sebab lagi. Suatu sebab yang kekal abadi yang selalu menjadi sumber dari terciptanya dunia oyek ini. Nah, sebab terakhir inilah yang disebut prakaerti dalam ajaran samkhya. Karena, prakerti itu sebagai sebab pertama dari semua alam semesta ini. Ia haruslah bersifat kekal . abadi dan tidak berubah,.  Sebab tidak mungkin yang tidak kekal menjadi sebab yang pertama dari semua yang ada di alam semesta ini.

KESIMPULAN
            Istilah filsafat pertama kali dipakai oleh Phytagoras (582-496 S.M), Filsafat merupakan pencarian rasional ke dalam sifat kebenaran datau realitas, ia memberikan pemecahan yang jelas dalam mengemukakan permasalahan-permasalahan dalam hidup. Filsafat bermula dari keperluan praktis umat manusia yang ingin mengetahui sisi spiritual atau aspek transcendental tentang hakikat kehidupan; baik terkait rahasia kematian, rahasia kekalan, sifat dari jiva (roh) dan sang pencipta alam semesta.
            Dalam agama Hindu, filsafat bukan sekadar spekulasi atau dugaan belaka, namun ia memiliki nilai yang sangat luhur, mulia, khas, dan sistematis yang didasarkan atas pengalaman spiritual atau Aparoksa Anubhuti serta bersumber pada ajaran Veda.
            Sad Darśsana dan terutama filsafat Samkya ialah yang merupakan sistem filsafat yang berpengaruh besar di Indonesia. Sad Darśana adalah enam sistem filsafat Hindu, yang merupakan 6 cara mencari kebenaran atau 6 cara pembuktian kebenaran.




DAFTAR PUSTAKA

  1. Suarjaya wayan, Darma sarsthi, Jakarta, 1990.
  2. Hadiwijono harun, Sari filsafat India, gunung nusa, 1989.
  3. Suhardana, Etika dan Moralitas Hindu, Paramita, Surabaya, 2006.
  4. http://id.wikipedia.org/wiki/Agama_Hindu




[1]  Ajaran Moral Dalam Bhagawadgita Prof Dr. Tjok Rai Sudharta hlm. 33
      Dikutip dari artikel filsafat kamkhya oleh Prof.Dr. Abdul Hadi W. M.
 

0 komentar:

Posting Komentar